HAKI

(Esei Hukum Peri Umar Farouk)

Pengetahuuan masyarakat atas apa yang dinamakan hak Atas Kekayaan Intelektual (secara internasional di kenal sebagai Intellectual Property Rights) belumlah merata. Sebanarnya perhatian atas Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) di Indonesia cukup besar, apabila kita lihat begitu seringnya orang menyebutkan jenis-jenis HAKI dalam percakapan keseharian maupun dalam lingkungan pekerjaannya. Sebagai contoh, orang sering bahwa mengatakan suatu barang yang dimiliki atau pekerjaan yang dilakukannya yang dianggap mempunyai nilai kelangkaan di masyarakat penting untuk dipatenkan atau diberi merk tertentu. Hanya saja pengertian mengenai jenis-jenis HAKI dan peruntukannya secara lebih tepat belum dikuasai.

Namun akhir-akhir ini perhatian masyarakat terhadap HAKI semakin besar, sebagai akibat meningkatnya gairah bisnis di Indonesia, yang pada prakteknya merabah hampir semua bidang ekonomi yang di dunia internasional pun berkembang. Bahkan tiga tahun terakhir ini, sejak mengharu birunya sektor jasa teknologi informasi dan meleburnya batas-batas perekonomian antar Negara (globalisasi) lebih mengentalkan budaya ekonomi untuk semaksimal mungkin memanfaatkan keuntungan yang potensial diberikan HAKI. Dan ini berpengaruh juga terhadap berkembangnya legal protection system (sistem perlindungan hukum) melalui eksplorasi dan optimalisasi HAKI.

Mencermati Indonesia, yang pada tahun 2000 nanti akan secara penuh memberlakukan aturan-aturan TRIPs As (Trade Related pects of Intellectual property rights) Agreement, maka persoalan mengenai HAKI merupakan sesuatu yang pasti dan mendesak. TRIPs Agreement mengatur secara lebih tegas keberadaan, implementasi dan konsekuensi dari HAKI secara internasional. Sebagai gambaran umum sepintas kita lihat beberapa fenomena yang akan terjadi dengan telah disepakatinya prinsip-prinsip TRIPs Agreement, yang di kutipkan dari buku “World IP Contacts Handbook 1995/6” terbitan A Euromoney Publication, yaitu:

Hampir separuh Negara-negara yang ada di dunia, yang diperkirakan menguasai 90% perdagangan dunia, akan memberlakukan standar minimum perlindungan dan pemaksaan pelaksanaannya;

Standar Paten menurut konvensi Paten Eropa, yakni mengandung kebaruan (novelty), mengandung langkah inventif (inventive step)serta dapat diterapkan di bidang industri(industrial applicability) akan diterima sebagai norma internasional ;

Kebutuhan imasyarakat inernasional akan persyaratan-persayratan Konvensi Berne (Konvensi Internasional mengenai HAKI) untuk perlindungan Hak Cipta ;
Tiap-tiap Negara harus mengembangkan mekanisme yang pasti untuk menangani perkara hukum HAKI.

Dari kutipan di atas dapat di sebut-kan bahwa secara internasional kita mau tidak mau harus mempersiapkan segala sesuatunya bagi penerapan standar-standar internasional dalam bidang HAKI sampai pada penerapan sanksinya. Oleh karenanya pemerintah Indonesia mengupayakan beberapa tanggapan antisipasif demi perlindungan dan pembinaan nasional di bidang HAKI. Menurut pengamatan Bambang Kesowo,SH,LLM, langkah-langkah yang telah di ambiloleh pemerintah diantaranya adalah penyempurnaan perangkat hukum, penyempurnaan institusi yang menunjang dan melaksanakan kebijakan teknis operasional, baik secara intern maupun akstern.

Jenis dan pengertian HAKI

Hak Atas Kekayaan intelektual sebenarnya merupakan sebuah lembaga hukum dagang yang sampai saat ini belum secara ketat disepakati batas-batasnya. Literature mengenai HAKI senantiasa berkembang, sehingga tidak mengherankan apabila perubahan dan penambahan jenis serta peruntukan HAKI itu terjadi dari tahun ke tahun. Literature klasik membedakan dua jenis umum HAKI, yakni Copyrights dan Industrial Property Rights. Copyrights di Indonesia di beri istilah Hak Cipta. Sedangkan Industrial Property Rights, di Indonesia di kenal untuk menunjuk dua jenis HAKI yang erat kaitannya dengan dunia perdagangan dan industri, yakni Hak atas Merk dan Hak Paten. Untuk ketiga jenis HAKI tersebut Negara Indonesia telah mengaturnya dalam Undang-Undang. Oleh karenanya kita dapat melihat sepintas pengertian ketiga HAKI itu dari peraturan perundang-undangan tersebut. Hak Cipta, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta, adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak atas Merk, menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu mengunakan sendiri merek tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan nya. Sedangkan Paten, menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten, adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain untuk melaksanakannya. Perkembangan kemudian menghadirkan bagi masyarakat penambahan jenis-jenis HAKI baru, sehingga kini akrab dibicarakan di kalangan bisnis apa yang disebut : Trade Secret (Rahasia Dagang), Confidential Information, Desain Indusri (Industrial Design), Model dan rancang bangun (Utility Models), dan sumber tanda atau sebutan asal (Indication of Source or Appelation of Oringin).

Dari jenis HAKI yang baru tersebut, saat ini pemerintah baru memprsiapkan draft perundang-undangan mengenai Hak atas Desain Industri. Sedangkan jenis-jenis lain, baru di atur secara privat dalam klausula-klausula perjanjian yang diadakan di antara pihak-pihak yang bersangkutan. Hal ini membawa dampak, bahwa pengertian-pengertian yang diberikan terhadap jenis-jenis HAKI baru tersebut tergantung sekali pada pihak-pihak yang berkepentingan. Konsekuensi lebih lanjut, terutama di dalam transaksi dan/atau perikatan-perikatan yang melibatkan pihak asing, adalah lemahnya posisi pihak Indonesia menyangkut hak-hak yang potensial kita dapat. Sebagai contoh misalnya masalah pengalihan teknologi (transfer of technology) yang pada prakteknya seringkali terhambat. Padahal dibidang perikatan yang melibatkan pihak asing inilah sebetulnya persoalan HAKI sering muncul, misalnya dalam joint Venture Agreement, Technical License Agreement, Joint-Operation Agreement dan Franchising.

Penutup

Kita telah melihat begitu mendesaknya persoalan HAKI bagi situasi bisnis di Indonesia. Oleh karenanya penting bagi kita untuk terus menumbuhkan HAKI minded dan mencoba mempraktekannya dalam kerja nyata kita. John Naisbit, trend-maker paling terkemuka, pernah mengatakan “Think globally, act locally!”. Jadi berpikirlah medunia, namun bertindaklah dalam lingkungan sekecil apapun kita berada.

Unless otherwise stated, the content of this page is licensed under Creative Commons Attribution-Share Alike 2.5 License.